Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Rabu, 15 Desember 2010

Analisis Pesan Dakwah Melalui Media Cetak (Kajian Terhadap Buletin Jumat Al Wustho Tahun 2002)

Rabu, 15 Desember 2010
0 komentar

BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG MASALAH

Sebagai agama dakwah, Islam merupakan tata nilai yang senantiasa bergerak menyesuaikan terhadap sebuah kondisi yang senantiasa dinamis. Karena itu dakwah yang dilakukan akan selalu mempertimbangkan aspek materi  yang  menjadi  substansi  informasi  dalam  proses  tersebut.  Dakwah sendiri pada hakikatnya merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia untuk melakukan proses rekayasa sosial melalui usaha mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.1

Secara makro, eksistensi dakwah akan senantiasa bersentuhan dengan gerak masyarakat yang mengitarinya, sehingga pada tahap tertentu, proses dakwah dapat saja melahirkan tuntunan baru berkenaan dengan proses yang dinamis, dan pada gilirannya merupakan pendorong terbentuknya sistem sosial di mana dakwah itu dilaksanakan.

Dalam lingkup yang lebih kecil, pelaksanaan dakwah akan terlihat sebagai sebuah sistem yang terkait antar komponen-komponen dakwah. Menurut M. Syafaat Habib dalam tulisannya yang berjudul Buku Pedoman Dakwah, komponen dakwah meliputi: 1. Materi da’wah, 2. Pelaksana atau penyampai  da’wah  atau  da’i,  3.  Sasaran  yang  dituju  da’wah,  4.  Tujuan da’wah, 5. Sarana dan peralatan dakwah, 6. Sistem dan methoda da’wah, 7.

Organisasi dan management dakwah, 8. Peranan dan pengaruh da’wah, 9. hlm.3

1  Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Yogyakarta: PLP2M, 1985),

Hubungan da’wah dengan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang lain, 10. Peranan penelitian, pengembangan dan latihan da’wah, 11. Evaluasi da’wah. 2

Jika dikaitkan dengan fenomena semakin maraknya aktifitas dakwah, maka  para  aktifis  dakwah  akan  berlomba  untuk  memberikan  serangkaian materi yang akan disampaikan pada setiap kesempatan dakwah dilakukan. Hal ini sangat terkait dengan pemilihan materi terhadap pola pengembangan dakwah, yang akan dilakukan juru dakwah, baik secara individual maupun kelembagaan. Dengan demikian, pentingnya perumusan sebuah pendekatan alterrnatif dalam memperkenalkan Islam secara komprehensif sangatlah diperlukan.

Pers dalam hal ini dibatasi pada media cetak, merupakan salah satu media alternatif, yang dapat digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan dakwah. Sebagai saluran informasi, pers dianggap memiliki kelebihan dalam efektifitas dan efisiensi dalam menyalurkan sebuah pesan. Efektif, karena daya persuasinya yang mampu menembus daya rasa dan daya pikir pembacanya. Sedangkan efisien, karena luas terpaannya yang dapat menjangkau massa dari

berbagai tempat dan suasana, serta dapat dinikmati kapan saja.3

Dengan keefektifannya, pembaca akan merasa mendapat pengetahuan setelah memahami isi pesan dari materi dakwah. Pers juga merupakan media yang efisien karena dalam waktu yang singkat materi dakwah dapat disampaikan kepada pembaca, dan pesan yang ingin disampaikan dapat dikaji dalam waktu dan tempat yang tidak terbatas.

Oleh karena itu, pers memiliki peran yang cukup besar dalam merekayasa pola kehidupan suatu  masyarakat.  Salah   satunya adalah memberikan pengetahuan keagaman. Dari sisi kepentingan ini, pers merupakan media transformasi yang relatif lebih mampu untuk menyebarkan informasi  pesan-pesan  keagamaan  hingga  upaya  pembentukan  sikap  dan pelurusan prilaku.

2 M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Da’wah,(Jakarta: Widjaya, 1982) hlm. 93-94

3 Asep S. Muhtadi, dkk, Dakwah Kontemporer: Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi (Bandung: Pusdai Press, 2000)  hlm. 66

Dalam dataran riil, sebuah media massa juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan masyarakat. Ini terbukti dengan adanya sebuah alternatif dakwah agar materi tersebut dapat dengan mudah disampaikan. Dalam hal yang demikian, pers memiliki kehendak dalam mensiasati kecenderungan massa yang ada di sekelilingnya. Ada semacam keharusan bagi media untuk melakukan  perubahan orientasi,  dan  merekonstruksi  ulang  terhadap  materi yang disampaikan terhadap kecenderungan masyarakat yang berubah. Jadi, pada  saatnya  masyarakat  juga  akan  mewarnai  serta  ikut  menentukan  arah suatu media cetak yang tumbuh di tengah-tengah kehidupannya.

Munculnya buletin jumat Al Wustho, merupakan salah satu indikator sedang berlangsungnya upaya menyahuti kecenderungan masyarakat dalam kehidupan beragama. Dengan memanfaatkan media ini para ulama mampu merumuskan pesan  agama secara universal dan tidak lagi eksklusif untuk dikomunikasikan  kepada  masyarakat.  Dengan  media  ini  pula,  masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya dalam menterjemahkan pesan–pesan tersebut dalam bahasa mereka sendiri yang tentu saja lebih membumi dan mengena dalam diri masyarakat.

Dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk membahasnya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Pesan Dakwah Melalui Media Cetak (Kajian Terhadap Buletin Jumat Al Wustho Tahun 2002)”.

B.  PENEGASAN ISTILAH

Untuk menghindari kasalahpahaman dalam memahami judul “Analisis Pesan Dakwah Melalui Media Cetak (Kajian Terhadap Buletin Jumat Al Wustho Tahun 2002)” maka penulis akan menjelaskan beberapa istilah yang ada dalam judul tersebut:

1.   Analisis

Kata analisis berasal dari bahasa Inggris “analysis”   yang berarti “pemeriksaan yang teliti”.4  Adapun menurut istilah, analisis adalah penguraian  suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.5

Analisis yang dimaksud dalam skripsi ini adalah penelaahan terhadap buletin Jumat Al Wustho yang terbit selama tahun 2002. Buletin- buletin tersebut dikumpulkan menjadi satu, dan diklasifikasikan sesuai dengan tema materi dakwah yang disampaikan. Dari pengelompokkan itu, kemudian penulis menelaah masing-masing bagian untuk menemukan pesan dakwah yang terdapat dalam materi dakwah buletin Jumat Al Wustho.

2.   Pesan

Menurut  bahasa,  pesan  berarti     perintah,  nasehat,  permintaan, amanat, yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang lain.6 Dalam Ilmu Komunikasi, pesan mengandung arti keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan (tema) yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan.7

Dari kedua pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan pesan dalam penelitian ini adalah serangkaian materi dakwah yang disampaikan oleh  da’i  atau  komunikator  yang  dalam  hal  ini  adalah  penulis  dalam buletin  Jumat  Al  Wustho  yang  terbit  pada  tahun  2002,  di  dalamnya

4 John M. Eschols dan Hassan Shadly, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia,

1992), hlm. 28.

5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997),  hlm. 37.

6 W.J.S. Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm.745.

7  Prof. Drs. H. A. W. Widjaya, Ilmu Komunikasi; Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm.32.

terdapat pesan keagamaan yang dapat dijadikan sebagai pengarah dalam merubah tingkah laku dan sikap pembacanya,

3.   Dakwah

Menurut    Djohan    Efendi   dalam    buku   Ensiklopedi    Nasional Indonesia,  dakwah  adalah  ungkapan  di  kalangan  umat  Islam  yang mengajak memeluk agama dan mengamalkan ajaran Islam. Dalam pelaksaannya dakwah dapat dibedakan menjadi dua bentuk. Pertama, dakwah bi lisani’l – maqal, yaitu dakwah yang bersifat verbal baik melalui lisan maupun tulisan. Kedua, dakwah bi lisani’l – hal, yaitu dakwah yang dilakukan  dengan  kegiatan  meningkatkan  kualitas  kehidupan  sasaran dakwah.8

Dakwah dalam penelitian ini adalah dakwah yang dilakukan melalui media cetak dalam bentuk tulisan yang disampaikan dalam buletin Jumat Al Wustho.

4.   Buletin

Buletin adalah media cetak berupa selebaran atau majalah berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan secara periodik oleh suatu organisasi atau lembaga.9

Buletin yang dimaksud adalah buletin Al Wustho. Buletin ini diedarkan  setiap hari  Jumat dan diterbitkan oleh masjid  Raya Baiturrahman Semarang selama tahun 2002

5.   Media Cetak

Media cetak adalah sarana media massa yang dicetak dan diterbitkan secara berkala.10 Sedangkan yang dimaksud dengan penyampaian pesan dakwah melalui  media  cetak adalah   penyampaian  pesan dakwah beserta metodenya  dalam  surat  kabar,  majalah,  buku,  buletin,  risalah,  edaran,

8 Djohan Efendi dalam buku Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1989), hlm. 218.

9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI , op. cit., hlm. 153.

10 Ibid., hlm. 640

diktat,  spanduk,  dan  sebagainya  yang  bersifat  bacaan  atau  yang  dapat dibaca.11

Dari definisi setiap kata di atas maka yang dimaksud dengan judul “Analisis  Pesan  Dakwah  Melalui  Media  Cetak  (Kajian  Terhadap  Buletin Jumat Al Wustho Tahun 2002)”   adalah penelaahan terhadap isi materi dan pesan dakwah yang disampaikan dalam buletin Jumat Al Wustho tahun 2002.

C.  POKOK PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah disebutkan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Apa  saja  materi  dakwah  yang  disampaikan  oleh  buletin  Jumat  Al Wustho tahun 2002?Bagaimana tampilan materi dakwah yang disampaikan oleh buletin Jumat Al Wustho tahun 2002?Bagaimana bentuk penulisan materi dakwah dalam buletin Jumat Al Wustho?Apa tujuan disampaikannya materi tersebut?Dalam kondisi seperti apa materi dakwah itu disampaikan?

Skripsi Daftar Pustaka

Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai skripsi dalam bentuk softcopy (Msword) langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung plagiatisme.

Cara pesan: Ketik Judul yang dipilih dan alamat email kamu kirim ke 0817-273-509

 atau bisa telepon langsung.

Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!

skripsi dakwah, analisis dakwah, makalah pelaksanaan dakwah, pdf buku dakwah, pengertian pesan dalam media cetak, pengertian pesan- pesan dakwah, peranan media dalam dakwah islam, pesan dakwah yang baik, skripsi dakwah sosial islam, skripsi media cetak, tema dakwah, KAJIAN MEDIA CETAK dalam islam, efektifitas bahasa indonesia dalam materi dakwah, Definisi pesan dakwah, analisis isi dakwah ulama pdf

View the original article here


read more

Rabu, 17 November 2010

Pay with Cash means less Junk Food

Rabu, 17 November 2010
0 komentar

CARTMANCHICKEN.JPG

Who pays in cash over? Today it is plastic. Heck, even the gentlemen Club have ATMs. I don't know first hand. I just heard they are doing.

But perhaps we should break the Presidents dead again, because a new study says when paying in cash, you're less likely to buy junk food.

I bet that the Distributor's industry has known this for years. their dirty little secret, "If you build it, they will buy."

Published in the journal of Consumer Research, scientists have found people are less likely to purchase unhealthy foods when they go grocery shopping if you pay cash instead of those bad credit or debit cards in plastic.

When analyzing shopping carts of families USA 1000 more than six months, the researchers observed carts contained more impulse buy or junk food when people pay with credit or debit cards and cash.

The researchers called cash payments "more painful card payments".Painful is the perfect word for it. buying junk food with plastic is easier to swallow, so as to encourage people to shop with money could help them develop better shopping and eating habits.

Its really tempted to over-shop when you're paying in cash when you put toilet paper, generic vodka and orange juice d ' on the roster, it's easy to grab Snickers bars. are you money seems unlimited. Only dealing with it when the Bill comes around.

I haven't went grocery shopping with cash over the years. If I went to pay cash and travels, I have a stroke and dropping dead on the spot.

Image credit: South Park Studios


View the original article here


read more

ANALISIS PEMIKIRAN NASIONALISME SOEKARNO DALAM PRESPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

0 komentar

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Terbentuknya Indonesia sebagai negara kesatuan merupakan kesadaran seluruh komponen bangsa tanpa mempersoalkan latar belakang agama, suku dan bahasa. Kesadaran itu lahir dari kehendak bersama untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan dan kolonialisme yang tidak sesuai dengan semangat dan nilai-nilai kemanusiaan universal. Semangat ini menjadi modal dasar dan landasan kuat untuk menyatukan dan meleburkan diri dengan penuh kerelaan dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keinginan untuk bernegara ini tercermin secara nyata dalam Sumpah Pemuda tahun 1928 yang melahirkan nasionalisme Indonesia yang sekaligus mampu mendorong dalam proses pencapaian kemerdekaan Republik Indonesia.

Perjuangan masyarakat Indonesia untuk menyatukan berbagai bentuk kepentingan yang ada pada saat itu, terutama pada masa kerajaan sangatlah tidak mudah. Hal ini karena berbagai corak pemikiran maupun cita-cita masing-masing daerah dipengaruhi oleh karakteristik budaya dan prilaku pemimpin daerah masing-masing.

Jika dilihat dari dimensi Sejarah bangsa Indonesia pada awalnya terdiri dari beberapa kerajaan, yang masing-masing kerajaan mempunyai hukum ketatanegaraan sendiri-sendiri, misalnya kerajaan Sriwijaya (+ abad ke-7 s/d abad 13) dan kerajaan besar lainnya yakni, kerajaan Majapahit (+ abad ke-13 s/d abad 15)1 serta masih banyak kerajaan yang timbul pada masa itu termasuk kerajaan-kerajaan Islam yang muncul pada abad-abad sesudahnya.

1G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20 I Dari Kebangkitan Nasional sampai Linggarjati, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm 15.

1Setelah VOC ( Verenigde Oost Indische Compagnie) masuk pada tahun 16022 maka kerajaaan-kerajaan Islam yang kokoh dan kuat satu persatu jatuh ke tangan VOC dan pemerintah Hindia-Belanda. Sehingga terciptalah kesatuan Indonesia di bawah rezim penjajahan Belanda. Inilah yang sering dikenal dengan nama Pax Neerlandica (Perdamaian Neerlandika) yang mengandung arti Unification and Pasification (Penyatuan dan Penentraman).3

Dengan masuknya VOC ke Indonesia, maka imperialisme terhadap negara Indonesia dimulai. Dengan membawa misi dagang hingga finishnya menjadi eksploitasi ekonomi, dominasi politik dan pemaksaan kebudayaan. Kondisi seperti ini akhirnya membawa rakyat Indonesia kepada misi perlawanan. Namun perlawanan rakyat Indonesia itu masih secara sektarian dan masih bersifat primordial, belum ada inisiatif untuk mengadakan perlawanan secara kolektif. Misalnya perang Diponegoro, perang Pattimura, perang Imam Bonjol, perang Goa (perang yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin) dan lain-lain.4

Sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional,5 yang juga disebut sebagai angkatan perintis, yaitu merintis dan mengevaluasi kembali perjuangan bangsa Indonesia sebelumnya yang masih bersifat sektarian, saat itu pulalah mereka menunjukkan misi perlawanannya yang revolusioner. Gerakan­gerakan nasional yang mulai mengembangkan sayapnya pada awal abad 20, dimana Budi Utomo (dengan gendang kaum priyayi konservatifnya) serta Serikat Islam (dengan punggawa kaum intelektual muslimnya) sebagai

2 VOC adalah kongsi dagang yang didirikan pada tahun 1602 dengan mendapat hak-hak kedaulatan antara lain: a. Hak mengadakan perjanjian dengan negara lain, b. Hak memerintah daerah­daerah di luar Nederland dan mendirikan badan-badan pengadilan, c. Hak membentuk tentara dan mendirikan benteng, d. Hak mengeluarkan dan mengedarkan mata uang. Peletakan dasar penjajahan VOC di Indonesia adalah J.P. Coen, Gubernur Jenderal pada tahun-tahun 1619-1623 dan 1627-1629, yang membangun kota Batavia pada tahun 1619 menjadi pusat kegiatan VOC di Asia. (Baca, Ibid., hlm 16.)

3 Ibid, hlm. 15. 4 Mohamad Sidky Daeng Materu, S.H., Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia, (Jakarta: Gunung Agung, 1985), hlm. 2.5 Op. Cit., hlm 28.

dominator pergerakan nasional lainnya mulai mengalami keberhasilan dalam upaya menggempur kekuatan imperialisme Barat (kaum penindas). Dengan propaganda pergerakan dan perjuangan menuju kemerdekaan yang dikumandangkan oleh para tokoh pergerakan tersebut telah membawa organisasi-organisasi nasional Indonesia pada umumnya meniti benang emas menuju puncak pergerakan sesuai dengan visinya serta meninggalkan semua atribut kesederhanaannya, sehingga hampir mendekati garis keberhasilan.

Ternyata memang tidak ada gading yang tak retak. Kolektifisme yang dipropagandakan oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional belum mampu memporak porandakan imperialisme Belanda yang masih terlalu kuat. Sehingga pada waktu tahun 1927-an nyaris pergerakan nasional mengalami kemandegan (stagnan). Hal ini diantaranya karena PKI (Partai Komunis Indonesia) yang memberontak pada tahun 1926 dan 1927 terhadap Pemerintah Hindia Belanda telah dikebiri sama sekali sehingga tidak berdaya. Organisasi Politik dan Sosial Islam yang pernah jaya dimasa Serikat Islam dengan para pemimpinya H.O.S. Cokroaminoto dan H. Agus Salim sudah letih terkulai.6

Kondisi bangsa yang fakum tersebut tidak disia-siakan oleh para tokoh nasionalis dan sekuler serta sosial demokrat, seperti Soekarno, Mr. Sartono, Dr. Sutomo, Moh. Hatta, Mr. Syahrir dan lain-lain yang segera tampil di tengah pergulatan politik. Sehingga kondisi yang demikian dapat dinetralisir dengan rasa nasionalisme yang cukup tinggi. Pupuk nasionalisme yang ditaburkan oleh para tokoh pergerakan sebelumnya telah menumbuh suburkan pemikiran dan jiwa Soekarno bersama kawan-kawan yang lain. Bagi tokoh-tokoh nasionalisme tersebut secara simbolik ide nasionalisme yang dimunculkan oleh para tokoh pergerakan sebelumnya, secara implisit telah memberikan sebuah kontribusi pendidikan patriotisme yang nantinya akan mendasari gerakan tersebut.

6 W.H. Frederick dan S. Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia, Sebelum dan Sesudah Revolusi, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 430-431.

Tampilnya Soekarno dengan nasionalismenya disadari sebagai pembuka kran-kran idiologis bangsa guna merefleksikan dan mengaktualisasikan ke dalam konsep pendidikan humanistis agar dapat mengalir sesuai dengan arus perjuangan.

Soekarno adalah sosok pribadi yang kompleks. Lewat atribut revolusionernya, dia berusaha untuk memodernisasikan kaum konservatif dengan tidak bisa lari jauh dari eksistensi manusia sendiri yang secara kodrati sebagai makhluk yang dikarunia oleh Tuhan beberapa hak yang tidak bisa dimonopoli, termasuk di dalamnya hak untuk memperoleh kemerdekaan. Hal ini tidak lepas dari latar belakang Soekarno sendiri sebagai orang yang jauh di bawah elitisme. Bagi Soekarno, bangsa, kebangsaan atau nasionalisme dan tanah air merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. 7

Nasionalisme menurut Soekarno merupakan kekuatan bagi bangsa­bangsa yang terjajah yang kelak akan membuka masa gemilang bagi bangsa tersebut. Dengan nasionalismelah bangsa Indonesia akan mendirikan syarat­syarat hidup mereka yang bersifat kebatinan dan kebendaan.8 Kecintaan kepada bangsa dan tanah air merupakan alat yang utama bagi perjuangan Soekarno.

Nasionalisme Soekarno dapat dikatakan sebagai nasionalisme yang komplek, yaitu nasionalisme yang dapat beriringan dengan Islamisme yang pada hakekatnya non-natie dan relatif bergerak secara leluasa di dataran marginalitas yang mengenyampingkan pada intrik ras dan etnisitas. Nasionalisme telah memegang peranan penting dan bersifat positif dalam menopang tumbuhnya persatuan dan kesatuan serta nilai-nilai demokratisasi yang pada gilirannya akan mampu melaksanakan pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan rakyat. Hal ini karena konsep nasionalisme merupakan dorongan yang mendasar dalam pengaktualisasian

7 Nazaruddin Sjamsuddin (ed.), Soekarno, Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek., (Jakarta: CV. Rajawali, 1988), hlm. 38.

8 Ibid.

pendidikan humanisme yang mengarah pada eksistensi manusia merdeka, merdeka geraknya, merdeka lahir batinnya, sekaligus merdeka alam fikirnya.

Konsep nasionalisme Soekarno yang demikianlah, diharapkan mampu mengimplementasikan makna pendidikan wawasan kebangsaan ke dalam sistem birokrat yang demokratis, sehingga terciptalah sistem interdependensi perkembangan antar pulau, suku dan etnik, dengan tetap mengembangkan secara empirik disentralisasi dan demokratisasi ke segala bidang.

Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial maupun sebagai bangsa Indonesia. Pendidikan telah terbukti mengembangkan sumber daya manusia yang merupakan karunia Allah SWT, serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan sehingga kehidupan manusia semakin beradab.

Bagi bangsa Indonesia tujuan ideal yang hendak dicapai lewat proses dan sistem pendidikan nasional ialah: mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian dan mandiri serta bertanggung jawab pada kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dalam konteks pendidikan Islam, tujuan tersebut telah tercermin dengan apa yang dicitakan-citakan dalam pendidikan Islam, yakni terbentuknya Insan Kamil. Pendidikan Islam pada hakekatnya adalah pendidikan yang berdasarkan atas Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, bertujuan untuk membantu perkembangan manusia menjadi lebih baik. Islam yang sejati tidaklah mengandung asas anti-nasionalisme, Islam yang sejati mewajibkan pada pemeluknya mencintai dan bekerja untuk negeri yang ia diami. Nasionalisme merupakan ungkapan rasa cinta terhadap tanah air dan hal tersebut tidaklah bertentangan dengan Islam.9 Dalam mengkritisi masalah

9 Ibid. hlm. 49

ini penulis menemukan semacam dimensi visi yang dianggap sebagai singkronisasi dari kedua dinamika ideologi diatas (Nasionalisme Soekarno dan Islam): Pertama : Kandungan pendidikan dalam nasionalisme Soekarno adalah pemberdayaan manusia merdeka, merdeka fikirnya, merdeka geraknya, merdeka tenaganya serta merdeka lahir batinnya. Hal ini tidak menyimpang dari orientasi Pendidikan Islam sendiri, yaitu, membentuk manusia menjadi “Insan Kamil”.10 Kedua, Paradigma Pendidikan Nasionalisme Soekarno yang salah satu esensinya adalah pendidikan patriotisme telah menyelaraskan diri terhadap konsep Islamiyah, yaitu khubbul wathan minal Iman dengan tetap didasarkan pada bangsa Indonesia yang notabene sebagai bangsa tertindas. Ketiga, Paradigma nasionalisme Soekarno lebih mengacu pada Pluralisme, konsep pemakluman eliminasi kasta, singkretisasi terhadap paham sukuisme, rasial, etnis, agama dan struktur sosial dalam satu integritas. Hal ini relevan dengan ajaran Islam yang menyatukan umat dalam satu wadah “ummatan wahidah”.

Berdasarkan analisa di atas, ada sedikit relevansinya antara nilai-nilai nasionalisme Soekarno dengan paradigma Islam. Secara implisit maupun eksplisit di dalamnya terkandung nilai-nilai pendidikan kerakyatan dan pemberdayaan masyarakat Indonesia. Berangkat dari pemikiran yang sederhana inilah penulis mencoba menganalisa lebih detail tentang bagaimana keberadaan Pemikiran Nasionalisme Soekarno dalam pandangan Pendidikan Islam.

Skripsi Daftar Pustaka

Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai skripsi dalam bentuk softcopy (Msword) langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung plagiatisme.

Cara pesan: Ketik Judul yang dipilih dan alamat email kamu kirim ke 0817-273-509

 atau bisa telepon langsung.

Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!

pemikiran nasionalisme soekarno, nasionalisme soekarno, pemikiran soekarno pada masa pergerakan nasional, pemikiran sejarah pendidikan islam, Pemikiran Pendidikan Islam Sebelum Indonesia Merdeka, nasionalisma pendidikan nasional, tokoh pemikiran bangsa dan negara indonesia, pemikiran nasionalis sukarno, pemikiran manusia pada jaman kerajaan, pemikiran HOS COKRO, pemikiran tentang indonesia merdeka, pergerakan nasional sebelum dan sesudah abad 20, tokoh nasionalisme Indonesia Sokarno, sosok manusia indonesia yang di harapkan menurut prespektif pendidikan, sistem nasionalisme soekarno

View the original article here


read more

Selasa, 16 November 2010

Poll: Does Facebook Give Good Health Advice?

Selasa, 16 November 2010
0 komentar

facebook-heath-advice.jpg

Not if you ask Harvard health expert, William Shrank, who calls Facebook the "wild west" when it comes to health information.

This is because of the study his team conducted on the popular social networking site which found that many health recommendations came from those soliciting non FDA approved products and services.

Out of 15 diabetes related Facebook pages, 27% of the comments were from people promoting non FDA sanctioned products or methods.

The Harvard team recommends the following;

"Policymakers should consider how to assure transparency in promotional activities, and patients may seek social-networking sites developed and patrolled by health professionals to promote accurate and unbiased information exchange,"

I admit that there are people on Facebook trying to take advantage of people to make a buck, but I also find fault with the notion that only the FDA and heath professionals have accurate and unbiased information.

How many times has the FDA been wrong? How can the countless amount of anecdotal evidence be ignored which shows the effectiveness of non FDA or medical profession approved treatments?

This really shows the "we are better and smarter than you" attitude some academia seem to have, especially in the face of those that think outside the box when it comes to diet, health, and fitness.

What are your thoughts about the notion that we should only consider health advice from the FDA and health professionals? Participate in the comments and poll below.

Should consumers only consider FDA and Doctor approved products and treatments when dealing with health issues?


View the original article here


read more